Thursday, April 10, 2008

Batasan Relationship

Oleh : Angelina Kusuma

Siang kemarin, Ibu Gembala gereja saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke tempat kerja saya. Sebenarnya keperluan Beliau hanya mengadakan konsolidasi KKR Natal gereja kami yang akan diadakan bulan Januari 2008 dengan salah seorang anggota panitia Natal yang letak kantornya ada didepan tempat kerja saya. Berhubung berdekatan, akhirnya Tante Ruth - nama Ibu Gembala saya - beserta Tante Magda - yang ikut mendampingi Beliau kemarin - menitipkan sepeda motor mereka didepan tempat kerja saya.

Selesai dengan keperluannya, Tante Ruth akhirnya meluangkan waktu untuk mampir dan mengobrol sebentar dengan saya. Kami bercakap-cakap mengenai undangan Natal yang hari itu rencananya akan disebar, tentang kondisi usaha saya, tentang cuaca hari-hari belakangan ini, kemudian mengarah ke sebuah kasus yang sedang terjadi dikalangan pemuda gereja kami.

Tante Ruth bercerita bahwa ada jemaat pemudi gereja kami yang menghilang jejaknya entah kemana dan membuat Beliau merasa kehilangan. Saya bingung, "Kok bisa ?". Usut punya usut ternyata jemaat pemudi ini sudah tidak asing lagi dimata saya. Ia seorang pemudi yang dulunya aktif dipelayanan gereja dan juga salah satu dari guru Sekolah Minggu di gereja kami.

Saya mulai teringat, wajah pemudi ini memang mulai jarang saya temui di gereja belakangan. Biasanya ia datang lebih dulu dari saya di Ibadah Raya Sore dan memegang peranan penting dipelayanan LCD proyektor dan komputer ibadah. Tetapi entah kenapa, tiba-tiba ia mulai jarang pelayanan dan muncul di gereja sejak dua atau tiga bulan yang lalu. Pada mulanya saya tidak merasa jika hal tersebut adalah sebuah pertanda bahwa pelayanan pemudi ini mulai kendor. Berhubung saya tidak seberapa dekat dengan pemudi ini, maka saya juga tidak seberapa curiga kenapa akhir-akhir ini ia mulai jarang terlihat di pelayanan maupun pertemuan ibadah gereja.

Siang kemarin Tante Ruth juga sempat bercerita tentang relationship dari pemudi ini yang baru saja putus dengan pacarnya yang juga jemaat pemuda di gereja kami. Wajah pemuda inipun juga sering saya lihat dipelayanan mimbar gereja. Ia tergabung dalam tim musik gereja, kadang memainkan keyboard atau mengatur sound system selama ibadah berlangsung. Seingat saya, pemuda ini juga mendadak hilang dari peredaran gereja beberapa bulan terakhir. Sama seperti menghilangnya jejak si pemudi, mantan pacarnya.

Dalam hati saya bertanya-tanya, "Benarkah patah hati bisa membuat seseorang sampai harus mundur dari gereja dan mimbar pelayanan ?". Sebenarnya kasus seperti ini sudah pernah saya jumpai beberapa kali sebelumnya. Tetapi saya tetap tidak pernah habis berfikir dengan orang-orang yang rela mengorbankan ibadah gereja dan pelayanannya hanya karena sedang patah hati dari relationship-nya yang gagal. Bisa mengubah seorang pelayan Tuhan yang begitu antusias menjadi mundur semundur-mundurnya.

Apa sebenarnya yang telah dilakukan para pelaku relationship sehingga membuat mereka ikutan hancur seiring dengan leburnya hubungan relationship mereka ? Sampai dimana batasan pacaran agar ketika hubungan itu tidak pada tempatnya lagi dan terpaksa diakhiri, hal itu tidak menyakiti kedua belah pihak terlalu dalam ?

Saya juga pernah merasakan jatuh cinta ke seorang pria. Saya juga pernah merasakan patah hati. Saya juga pernah kecewa dengan hubungan relationship yang pernah saya jalin. Tetapi, semua sakit hati saya tersebut tidak sampai membuat saya keluar dari gereja, apalagi menghancurkan jadwal pelayanan saya. Tidak sampai membuat saya kapok bertemu dengan mantan pasangan saya dalam relationship itu kemudian menimbulkan tindakan saling menghindar satu sama lain apalagi dendam. So, what they were done before ?

Dua batasan dalam relationship yang mendasar :

1. Batasan Rohani

Hal pertama yang harus ditanamkan saat mulai menjalin relationship adalah komitmen dan juga batasan dalam kerohanian seseorang. Sadari bahwa ketika seseorang jatuh cinta, sering kali yang berkuasa adalah eross dan bukan agape. Sulit mengendalikan diri yang sudah bercampur dengan eross. Apalagi jika logika ikutan tertutup selama relationship itu berlangsung.

Terkadang, si pasangan bisa menjadi sebuah idol baru bagi pasangannya yang lain sehingga membuat kedudukan Allah tergeser dalam hidup mereka. Ini bukanlah kasih yang diharapkan Allah ada diantara kedua makhluk yang sedang menjalin relationship. Relationship adalah pondasi awal pembentukan sebuah hubungan suami-istri dalam rumah tangga. Dan pernikahan adalah sarana Allah untuk menggenapi Firman-Nya. Jadi, apakah relationship itu sebuah permainan dimata Allah ? Atau, relationship itu bisa menjadi sebuah ajang coba-coba ? Tentu tidak bukan ?

Jika seseorang melekat kepada Allah, maka dia akan tahu isi hati Allah. Dan sebuah batasan rohani sangat penting sebagai langkah awal menentukan arah selanjutnya dari relationship yang sehat. Pasangan kita bukanlah segalanya bagi kita sehingga menggantikan Allah. Pasangan kita bukanlah satu-satunya milik kita yang berharga sehingga patut dijaga setiap saat sampai melupakan satu kebenaran bahwa hubungan dengan Allahlah yang perlu kita jaga setiap detik yang bergulir dari hidup kita.

Kepergian seorang manusia dalam hidup kita, bisa Ia ganti dengan manusia lain yang sepuluh kali lipat jauh lebih baik dari sebelumnya. Tetapi ketika jarak kita dari Allah sendiri semakin jauh, siapa yang sanggup menggantikannya ? Allah jauh lebih berharga dari apa dan siapapun juga didunia ini.

Belajarlah seperti Abraham yang rela mempersembahkan Ishak bagi Allahnya, yang tetap menomor satukan Allah dalam kondisi apapun juga meskipun kita tahu bahwa kita mencintai manusia lain dengan sepenuh hati dan harus siap kehilangan dia setiap saat.

Ibrani 11:17, Karena iman maka Abraham, mempersembahkan Ishak.

Kita boleh mencintai manusia atau apapun di dunia ini, asalkan cinta itu tidak melebihi cinta kita kepada Allah


2. Batasan Jasmani

Saya mempunyai sebuah prinsip bahwa seluruh tubuh saya, dari ujung rambut sampai jari jempol kaki saya adalah milik Allah dan suami saya. Bukan milik pacar saya atau tunangan saya. Jadi jika ada orang yang masih dalam tahap relationship kemudian dengan gampang bisa malakukan aktivitas pelukan, ciuman, dan mengumbar fantasi berlebihan dalam relationship, menurut saya hal itu sudah sangat berlebihan. Hubungan relationship atau tunagan sekalipun bisa hancur kapan saja. Dan tidak ada jaminan atau garansi yang bisa kita tuntut ketika hubungan itu berakhir sementara kita sudah kehilangan banyak hal pada jasmani kita - apalagi sampai menyerahkan keperawanan atau keperjakaan kita kepada pacar atau tunangan.

Saya hanya bisa mengelus dada jika meliat dua orang lawan jenis, pria dan wanita lajang, yang masih dalam tahap relationship, tetapi bisa dengan gampang didepan khalayak umum melakukan hal-hal seperti pelukan dan ciuman - meskipun hanya mencium pipi atau kening. Bagi saya, jika didepan orang lain mereka gampang untuk melakukan hal tersebut, bagaimana jika mereka sedang berduaan sendirian ? Wah, pastinya bisa merembet kemana-mana kalau tidak segera direm.

Mungkin bisa dibilang prinsip saya adalah prinsip jadul - jaman dulu - yang tidak keren sama sekali. Tetapi sekali lagi, yang ingin saya tonjolkan dalam hidup saya adalah Allah dan bukan diri saya pribadi. Hubungan fisik seringan apapun dalam relationship seperti sentuhan tangan atau cium pipi kanan kiri atau kening, adalah awal dari hubungan yang lebih dalam lagi seperti petting atau intercourse dan juga pengikat hubungan pria dan wanita ke tahap yang lebih intim lagi.

Tak jarang, saya menjadi tempat share dari beberapa orang teman wanita saya yang baru saja mengalami kegagalan dalam relationship-nya. Dan sering kali yang membuat mereka tidak mudah melupakan mantan pasangan mereka adalah karena mereka selalu teringat akan cara si pria menyentuh bahunya, megenggam tangannya, mencium pipinya, atau membelai rambutnya. Sentuhan fisik sekecil apapun, bisa mengikat seorang pria dan wanita dalam relationship ke sebuah hubungan emosional atau hubungan jasmani yang lebih erat.

Jadi, selama belum terikat tali pernikahan kudus, sebaiknya hindari hubungan kontak fisik secara pribadi. Bukan saja menjauhkan diri agar tidak jatuh ke dosa perzinahan, tetapi juga menjaga kekudusan pikiran dan hati kita untuk suami atau istri yang sah serta mencegah hal-hal buruk jika ada beberapa sebab yang memaksa hubungan relationship tersebut berakhir sebelum berlanjut ke jenjang pernikahan.

Matius 5:27-30, Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.

Jaga hati dan jaga kekudusan diri masing-masing akan membantu kita dalam menjalani sebuah relationship yang sehat dan bertanggungjawab



No comments: