Thursday, April 10, 2008

Pikul Salib

Oleh : Angelina Kusuma

A, wanita, lajang, 26 tahun, pengusaha

Sejak kecil cita-cita saya menjadi seorang pengusaha sukses, mempunyai kehidupan yang mapan dan mandiri sebelum saya menikah. Saya pikir itu adalah sebuah rencana yang hebat. Dan memang saya sudah menjadi seorang wanita yang bisa dibilang cukup hebat diusia saya yang masih muda. Saat berumur 26 tahun perekonomian saya sudah sangat mantap. Saya mempunyai sebuah usaha pribadi yang menjadi aset utama saya dan bisa memenuhi seluruh kebutuhan saya mulai dari kebutuhan primer, sekunder sampai tersier. Tetapi begitu saya diperhadapkan dengan usia saya yang mulai merambat tiap tahun menuju kematangan jasmani, saya mulai merasakan ketakutan yang lain. Teman pria seumuran saya yang sekiranya sepadan dan seimbang dengan saya, kebanyakan sudah menikah dan berkeluarga. Saya kesulitan mencari seseorang yang tepat bagi saya. Sementara itu desakan orang tua saya dan keluarga untuk segera menikah mulai terasa mengusik saya.

B, wanita, lajang, 25 tahun, karyawan swasta

Saya bekerja di sebuah perusahaan swasta dan sudah mempunyai seorang pria sebagai kekasih saya. Saya dan kekasih saya sudah menjalin hubungan selama setahun belakangan ini dan berkeinginan untuk segera melangkah ke jenjang pernikahan. Kekasih saya sudah bekerja juga. Tetapi yang menjadi penghalang untuk segera mewujudkan keinginan kami adalah masalah ekonomi. Pendapatan kekasih saya dan saya sendiri jika digabungkan masih terlalu minim untuk hidup berkeluarga secara layak dikota Jakarta. Baik saya maupun kekasih saya untuk hidup sendiri-sendiri saja masih harus sama-sama mengencangkan ikat pinggang. Bagaimana mungkin kami bisa segera melangsungkan pernikahan dan hidup berkeluarga dengan layak jika perekonomian kami saat masih lajang saja sulit diatur ?

C, pria, menikah dengan dua anak, 27 tahun, karyawan swasta

Dalam usia saya yang 27 tahun, saya sudah memiliki apa yang saya impikan sejak dulu. Saya sudah menikah dan mempunyai dua orang anak. Hidup saya rasanya sempurna jika saja beban pekerjaan saya tidak membuat saya khawatir. Perusahaan tempat saya bekerja mengalami defisit keuangan dan hendak melakukan perampingan karyawan. Sekarang hidup saya serasa ada diujung tanduk. Saya takut jika rencana perumahan karyawan tersebut jatuh kepada saya. Istri saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa dan saya adalah satu-satunya tulang punggung bagi keuangan keluarga saya. Selama ini gaji saya hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari keluarga kami. Dan jika nantinya saya terpaksa tidak bekerja, saya sangat takut menghadapi kenyataan tentang masa depan saya, keluarga, dan anak-anak saya yang masih balita.

D, wanita, menikah, 28 tahun, ibu rumah tangga

Menjadi seorang ibu rumah tangga adalah keinginan saya. Saya sungguh berbahagia mempunyai seorang suami yang baik dan secara finansial ia sudah mapan. Mulai tahun pertama pernikahan kami semua membuat saya puas akan hidup saya. Tetapi tiba-tiba sebuah vonis dokter atas saya membuat hidup saya serasa terhenti. Dokter memvonis ada benih kanker bersarang diotak saya. Dan sejak saat itu hidup saya selalu dihantui ketakutan. Bukan lagi sebuah hidup bahagia dan normal bersama suami dan keluarga saya. Tetapi hidup yang diwarnai kemoterapi tiap sebulan sekali, obat-obatan, dan perasaan takut meninggal. Saya takut jika suatu saat saya memejamkan mata ini dan saya tidak lagi melihat suami yang saya kasihi ada disisi saya saat terjaga kembali.

E, pria, menikah dengan dua anak, 42 tahun, karyawan swasta dan pengusaha

Masa muda saya begitu kelam. Saya menghabiskannya dengan merokok, minum minuman keras, dan juga berhubungan dengan kuasa gelap. Ketika saya sudah berkeluarga dan mempunyai dua orang anak, Yesus mulai menjamah hidup saya. Saya berkeinginan untuk kembali ke jalan-Nya. Hidup dengan cara yang benar dan mendidik anak-anak saya agar mereka tidak menjalani hidup yang sama seperti saya dimasa muda. Tetapi menjadi benar dimata Tuhan itu ternyata sangat sulit. Sering kali saya masih terusik dengan kuasa gelap yang pernah menjadi gaya hidup saya dahulu. Dan itu menjadikan sebuah beban tersendiri bagi saya.

F, wanita, lajang, 19 tahun, pelajar

Saat ini saya sedang minimba ilmu disebuah universitas terkemuka dikota Jakarta. Dibangku kuliah bisa dibilang saya menguasai seluruh materi yang diajarkan dosen. Dan bagi saya pelajaran dan biaya kuliah bukanlah beban berat bagi saya untuk terus berprestasi. Tetapi keberadaan Papa saya yang tidak sebagaimana mestinya seorang ayah memberi contoh yang baik kepada anak-anaknya membuat saya lelah menjalani hidup ini. Saya ingin berontak dari keluarga saya. Saya ingin lari dari rumah dan menjadi orang lain. Saya kecewa dengan Papa saya.

G, pria, lajang, 27 tahun, karyawan swasta

Saya bekerja disebuah perusahaan bonafit. Diumur saya yang relatif muda saya sudah mempunyai hidup yang sangat mapan. Saya mencintai pekerjaan saya meskipun hal itu sering kali merampas waktu saya untuk bersenang-senang, menikmati hidup seperti manusia normal yang bekerja hanya delapan jam sehari. Tempat kerja saya lokasinya jauh dari jangkauan manusia. Hal ini membuat batu sandungan bagi hubungan saya dengan wanita manapun. Berkali-kali jalinan hubungan cinta saya terpaksa kandas ditengah jalan karena wanita yang saya kasihi ternyata justru memanfaatkan saya untuk mengeruk uang saya dengan kondisi pekerjaan saya yang sering diluar jangkauan manusia itu. Sampai sekarang pengalaman itu membuat saya takut untuk mengenal seorang wanita lebih dari sekedar seorang teman. Karena pengalaman saya selama ini membuktikan bahwa tidak ada wanita yang bisa menerima saya apa adanya kecuali uang dan harta saya.

* * *

Jika saat ini anda merasa terbeban berat atas hidup anda dan menemui jalan buntu, saya memberikan berbagai ilustrasi dari percakapan saya dengan beberapa orang yang saya kenal dalam perjalanan hidup saya diatas. Mereka adalah manusia dengan berbagai latar belakang usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan juga kepribadian yang berbeda-beda.

Saya yakin bahwa didunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia mempunyai ketakutan dan juga beban yang mereka bawa sendiri selama menjalani hidup ini. Entah itu masalah keluarga, keuangan, relationship, atau juga hubungan kita pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus.

Saya juga mempunyai salib yang harus saya pikul setiap hari. Saya mempunyai ketakutan tersendiri dalam hidup saya yang terkadang membuat saya bosan untuk menggumulinya terus-menerus. Terkadang saya juga terjatuh dan menyerah kepada Tuhan, meringkuk dibawah kaki-Nya dan memohon agar saya dilewatkan dari beban-beban saya tersebut.

Tetapi apakah tindakan saya tersebut benar ?

Bayangkan jika semua manusia didunia ini termasuk anda dan saya merasakan sukacita terus menerus tanpa sebuah penderitaan, ketakutan, dan kekuwatiran. Apakah kita akan terpikirkan untuk mengusahakan yang terbaik sehingga kita bisa masuk ke Kerajaan Surga pada akhirnya ? Jika anda dan saya betah didunia ini, tentu kita tidak akan pernah mau meninggalkan dunia sampai selamanya bukan ? Padahal hidup didunia ini hanyalah sementara. Hidup kita yang sesungguhnya ada di Surga bersama Bapa kita yang kekal.

Lukas 9:23, Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.

Apapun salib yang Tuhan berikan kepada anda hari ini - ketakutan anda tentang keuangan, keluarga, pekerjaan, study, relationship, atau sakit penyakit anda - semua itu adalah sesuatu yang harus anda kalahkan. Hidup diberikan oleh Tuhan untuk kita kalahkan, bukannya kita yang harus menyerah kalah pada hidup.

Ketika kita mulai menyadari apa yang menjadi salib bagi kita dan mulai menyerahkan salib itu kepada Tuhan sendiri untuk memikulnya bersama kita, saat itulah kita akan tahu apa makna hidup ini yang sesungguhnya. Hidup bukanlah sekedar hembusan nafas yang keluar dari hidung kita dan kita melewati tahap-tahap dalam kehidupan dengan normal, seperti saat kita harus melewati pertumbuhan tubuh jasmani kita dari bayi - anak-anak - remaja - dewasa - tua, masa-masa lajang - pacaran - tunangan - menikah, waktu sekolah - bekerja - pensiun, atau tahap-tahap kehidupan yang lain.

Tetapi yang benar adalah : didalam setiap tahap kehidupan yang pasti akan kita lewati tersebut, kita harus menggali pesan-pesan Agung-Nya yang berharga setiap saat. Salib yang Ia berikan kepada kita itu tidak akan melebihi kekuatan kita. Dan salib itu digunakan untuk semakin mendekatkan firman-Nya, janji-janji-Nya, dan mukjizat-Nya kepada kita.

Matius 11:28-30, Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.

Ketakutan kita tentang sesuatu yang mendalam, sebenarnya tidaklah beralasan. Karena didalam Yesus, kita bisa meraih kelimpahan atas semua kebutuhan kita. Dan makna hidup akan ada jika kita berjalan selalu bersama Dia. Semua orang menerima bagian yang khas dari-Nya. Dan semua manusia pasti mempunyai salib yang harus dipikulnya, pasti mempunyai ketakutan, pasti mempunyai beban sendiri-sendiri, dan pasti melalui penderitaan. Jadi jangan pernah membandingkan diri anda dengan orang lain. Masing-masing kita dirancang khusus dimata-Nya. Beban dan penderitaan yang kita alami didunia inipun pasti tidak akan pernah sama satu sama lain, karena kita manusia yang diciptakan berbeda.

Semua orang harus memikul salibnya. Sama seperti Dia memikul salib-Nya menuju bukit Golgota yang akhirnya bisa menyelamatkan dunia. Anda dan saya juga bisa mengubah salib kita menjadi berkat bagi orang lain jika kita mau melakukannya.

Yang membedakan antara orang menang dan orang kalah bukanlah darimana mereka masuk ke dalam pencobaan, tetapi bagaimana cara mereka keluar dari masa pencobaan itu. Pandang dan hitunglah berkat-berkat anda dengan antusias dan mulai bersyukur. Tinggalkan beban dibawah kaki Yesus dan mulailah memikul salib, mengalahkan hidup.



No comments: