Monday, May 05, 2008

'Bermain-main' dalam Masalah

Oleh : Angelina Kusuma

Saya pernah mendengar sebuah ilustrasi pendek seperti ini :

Suatu ketika ada seorang pendaki gunung yang sedang memanjat sebuah tebing dengan peralatan tali temalinya. Saat ia hendak menuruni sebuah bukit pada sore hari menjelang malam, ia terpeleset yang mengakibatkan tubuhnya tergelincir hendak masuk ke jurang. Beruntung, peralatan tali temalinya masih menahan berat tubuhnya hingga ia bisa bergelantungan dengan tali tersebut dan tidak langsung terjatuh ke dasar jurang.

Saat bergelantungan, ia mulai berdoa kepada Tuhan agar didatangkan-Nya bala bantuan atau tim SAR yang bisa menolong dirinya keluar dari jurang tersebut. Selesai berdoa, ia mendengar Tuhan berbicara, "Potong talinya dan kamu akan selamat." Mendengar kalimat tersebut, pendaki gunung tersebut tersentak, "Memotong tali ? Yang benar saja ? Masa Tuhan menghendaki tubuhku jatuh ke dasar jurang, remuk, dan mati karenanya ?"

Akhirnya pendaki gunung tersebut tidak mengindahkan kalimat jawaban dari Tuhan yang dinilainya mengada-ada dan tidak masuk diakalnya itu. Ia mengambil keputusan untuk tetap menggenggam erat-erat talinya dan semalaman ia tidak membiarkan sedetikpun matanya terlelap. Ia takut jika ia tertidur maka tubuhnya akan meluncur ke dasar jurang dan mati.

Keesokan harinya saat matahari mulai terbit dan semua hal bisa terlihat jelas, betapa terkejutnya pendaki gunung itu ketika mengetahui bahwa dirinya hanya berada sekitar satu meter diatas dasar jurang.


Nilai moral dari ilustrasi pendek ini benar-benar mengesankan saya. Bukankah saat kita terkena masalah, sering kali kita bertindak bodoh seperti pendaki gunung tersebut ? Berusaha keras menggenggam semua masalah yang ada ditangan kita dan membiarkan tubuh kelelahan tergantung diatas tebing tanpa mengindahkan anjuran atau saran dari Tuhan. Jika saja pendaki gunung itu menuruti Tuhan, ia tentu bisa menghemat tenaganya semalaman dengan memotong tali dan turun ke dasar jurang yang hanya berjarak satu meter dari tempatnya bergelantungan, kemudian menunggu bala bantuan atau tim SAR datang sampai keesokan harinya.

Seorang anak kecil berusia sekitar dua tahun membuat saya takjub pada waktu ibadah hari Minggu kemarin. Saat pengkotbah menguraikan penjelasan dari sebuah ayat Alkitab dan seluruh jemaat berkonsentrasi mendengarkannya, sebuah suara cempreng dan cadel menyahut keras dari arah belakang, "Amin !" Anak ini belum bisa membaca dan menulis. Cara bicarapun masih satu dua kata, cadel, dan belum mengerti secara sadar untuk apa ia berada didalam gereja dan mendengarkan seorang pengkotbah menguraikan ayat Alkitab didepan mimbar. Tetapi keberaniannya berkata, "Amin !" ketika pengkotbah selesai mengucapkan kalimat uraiannya akan ayat Alkitab itu membuat beberapa jemaat berpaling ke belakang dan memuji kecerdasannya tersebut.

Sebuah perbedaan yang sangat mencolok bukan ? Seorang pendaki dewasa ketika mendengarkan suara Tuhan justru meragukan kebenarannya. Tetapi seorang anak kecil berusia dua tahun lebih mudah menangkap suara Tuhan dengan begitu antusias.

Seringkali ketika saya sedang menghadapi masalah, Tuhan tidak menyuruh saya datang kepada gembala sidang atau penatua di gereja saya. Ia sering membawa saya kepada anak-anak kecil yang hanya bisa bermain dan berceloteh dengan gaya khas mereka sebagai anak kecil dan menemukan jawaban dari masalah-masalah saya dari tingkah laku mereka.

Hati anak kecil yang lugu adalah gambaran iman yang murni dan dikehendaki oleh Bapa kita :
1. Tidak mempunyai syarat rumit untuk mempercayai sesuatu
2. Tidak membutuhkan banyak dalih untuk melakukan apa yang disarankan kepadanya
3. Tidak mudah mendendam dan bersedih terlalu lama
4. Selalu ingin tahu, belajar, tetapi tidak lupa bermain-main

Adakah ciri-ciri umum yang dimiliki oleh anak-anak kecil diatas ada dalam iman kita kepada Bapa di Surga ? Ia hanya menginginkan kita percaya dan taat kepada-Nya ketika batu ujian menggelinding kearah kita. Ia sendiri tidak menghendaki kita berada dalam masalah setiap saat. Ia hanya mengizinkan masalah terjadi dalam hidup kita untuk menguji iman dan membuat kita bertambah teguh dalam kepercayaan kita kepada-Nya.

Anak-anak kecil tetap mempunyai semangat bermain dan bersenang-senang entah ia sedang sakit atau sehat. Mereka tidak pernah membiarkan diri mereka tenggelam dalam masalah terlalu lama, karena itulah mereka selalu terlihat bahagia. Orang dewasa banyak yang membiarkan dirinya kehilangan sifat anak-anak yang menyenangkan ini. Karena itulah, beban orang dewasa kadang terlihat lebih berat daripada beban anak-anak kecil - padahal setiap jenjang kehidupan jelas mempunyai kesulitannya masing-masing.

Ketika kita mempunyai masalah, belajarlah dari anak kecil tentang bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah-masalah mereka. Taat dan setia tidak akan ada gunanya jika kita tidak melakukan sampai akhir. Ketika kita dituntut untuk mempercayai Yesus saat masalah tiba, pandanglah bahwa garis finish kita hanya sejauh satu meter. Dengan begitu, kita akan tetap teguh mempercayai pertolongan-Nya yang tak pernah terlambat dan tidak menyia-nyiakan waktu terbuang percuma dengan tindakan kita yang tak berguna.









Special tx buat para balita yang udah ngajari gw gimana caranya 'bermain-main' dalam jepitan masalah :
- Dafa, dua tahun, cucune Pak Damanhuri tetangga sebelah rumah
- Jevon, tiga tahun, anak pertamane mas Joe + Liris
- Batista, dua tahun, anak keduane mas Joe + Liris
- Cahyo, dua tahun, anake Pak Ipik jemaat GBI Bhayangkara 4 Po
Mereka adalah malaikat-malaikat kecil yang benar-benar luar biasa. Nyok, maen lagi nyokkk ....




No comments: