Sunday, September 28, 2008

Mencobai Tuhan

Oleh : Angelina Kusuma

Saya tidak terlalu menyukai perjalanan di malam hari. Bukan saja karena kegelapan yang membuat mata sulit melihat fokus, tetapi juga karena suasana sepi dan kerawanan tindak kejahatan yang sering terjadi saat malam tiba, mendorong saya untuk sesegera mungkin sampai di tujuan akhir dan tidak ingin berlama-lama di jalanan.

Sabtu kemarin, saya hampir celaka saat berkendara malam hari di jalan raya. Menjelang Hari Raya Idul Fitri seperti ini, keadaan jalan-jalan raya di kota saya bertambah padat dan kacau. Banyaknya penghuni pendatang yang pulang dari mudik, membuat ruas-ruas jalan tidak seperti hari-hari biasanya. Untuk mencapai rute rumah saya ke tempat berkomsel malam itu membutuhkan waktu lebih lama karena harus ekstra hati-hati dengan para pengendara sepeda motor maupun mobil yang berlomba-lomba menguasai jalan raya. Ditambah lagi karena malam itu juga malam Minggu dan ada gelaran Pasar Malam di Aloon-aloon kota, semakin membuat banyak orang ingin berbondong-bondong ke pusat kota menikmati suasana yang hanya setahun sekali diadakan itu.

Sepulang dari berkomsel, jam menunjukkan hampir pukul 10 malam. Saya memacu sepeda motor yang saya kendarai kembali ke rumah. Saya terbiasa memacu kecepatan sepeda motor diatas 60 km/jam saat malam hari seperti itu. Setelah melewati sebuah jembatan, saya melajukan sepeda motor hendak menyalip dua sepeda motor yang ada di depan saya. Alih-alih usaha saya itu terlaksana, yang terjadi justru saya harus menekan rem kuat-kuat dengan tiba-tiba karena dua sepeda motor yang hendak saya salip ternyata tidak mau mengalah. Sebuah mobil dari arah yang berlawanan hampir saja menyerempet saya dengan cepat dengan bunyi klakson keras dan ban yang terdengar berdecit-decit.

"Darah Yesus!"

Well, hanya kalimat itu yang sempat saya ucapkan ketika peristiwa kecelakaan lalu lintas karena para pemakai jalan raya yang tidak mau saling mengalah itu hampir saja terjadi. Setelah terlewat dari maut, akhirnya saya mengurangi kecepatan sepeda motor saya sambil berkendara di tepi jalan raya dan berhati-hati. Saya tidak berminat mengulangi kesalahan seperti diatas kedua kalinya yang bisa saja mengantarkan saya ke rumah sakit malam itu juga.

"Tuhan, tindakanku tadi termasuk 'mencobai' Engkau tidak ya?" Sepanjang perjalanan, kalimat ini mengusik hati saya. Apa yang saya perbuat dengan 'Darah Yesus' untuk menolak maut yang hendak menjemput saya memang tindakan benar. Tetapi kalau dipikir lebih jauh, bukankah saya juga salah? Salah karena saya tetap memacu kendaraan dengan cepat di tengah hiruk-pikuk jalan raya, tidak mau antri berlama-lama dari dua pengendara sepeda motor di depan saya, dan kurang memperhatikan pengemudi mobil dari arah berlawanan yang juga terlihat terburu-buru menuju pusat kota. Plat nomor mobil yang hendak menyerempet saya itu berasal dari luar kota dan mungkin ia adalah salah satu pemudik dari arah Jawa Tengah yang hendak pulang ke rumahnya.

Saat kita melakukan tindakan yang jelas-jelas bisa mencelakakan diri sendiri, bukankah itu sama artinya dengan mencobai Tuhan? Mungkin bukan hanya saya yang suka melakukan tindakan mencobai Tuhan ini. Bisa jadi anda dan banyak orang lain diluar sana juga sedang berbuat demikian saat ini.

Seorang teman pernah bersaksi kepada saya seperti ini:

A: "Kemarin gw masuk angin. Trus pas minta Tuhan buat nyembuhin gw kok ga sembuh-sembuh ya?"
Enjie: "Emang kamu ngapain aja kok bisa kena masuk angin gitu?"
A: "Gara-gara ga makan siang trus sorenya tidur di depan pintu."
Enjie: "Yah, itu mah salah loe sendiri, bukan karena Tuhan yang nyobai loe pake sakit penyakit dong. Kali aja pas loe minta Dia nyembuhin sakit loe, justru Dia gunain masuk angin itu biar loe tau rasa. Udah tau ga makan siang, ngapain juga pake nantang tidur di depan pintu sgala. Kan bener-bener salah loe tuh?"
A: "Hehehe, iya juga ya ... Bener kata loe."

Yap, sebetulnya kita memang sering kali bertindak bodoh telah mencobai Tuhan kita. Saya juga merasa telah mencobai Dia Sabtu malam kemarin. Andai saya lebih sabar dan berhati-hati dalam berkendara, pasti saya tidak perlu mengalami hal yang hampir saja membuat saya celaka. Untung saya tidak perlu masuk ke rumah sakit akibat keteledoran itu. Kalau Tuhan benar-benar melepaskan tangan-Nya dari saya saat saya mencobai-Nya itu bagaimana? Mungkin anda jadi tidak bisa membaca posting-an journal ini juga karenanya hehehe.

Keluaran 17:1-7
17:1. Kemudian berangkatlah segenap jemaah Israel dari padang gurun Sin, berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN, lalu berkemahlah mereka di Rafidim, tetapi di sana tidak ada air untuk diminum bangsa itu.
17:2 Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, kata mereka: "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?"
17:3 Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?"
17:4 Lalu berseru-serulah Musa kepada TUHAN, katanya: "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!"
17:5 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah beserta engkau beberapa orang dari antara para tua-tua Israel; bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang kaupakai memukul sungai Nil dan pergilah.
17:6 Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum." Demikianlah diperbuat Musa di depan mata tua-tua Israel.
17:7 Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?"

Akibat mencobai Tuhan, bangsa Israel harus membayar harga yang mahal untuk tindakan mereka. Generasi pertama yang dibawa-Nya keluar dari bangsa Mesir, dimusnahkan-Nya di padang gurun dan hanya generasi muda yang terlahir berikutnya yang berhak masuk ke Tanah Kanaan. Padahal, generasi bangsa Israel yang mulanya dibawa Tuhan keluar dari bangsa Mesir telah bersusah payah menempuh perjalanan di padang gurun selama 40 tahun! - mungkin jika bangsa Israel tidak banyak mengeluh, tidak bersungut-sungut, dan tidak mencobai Tuhan berulang kali saat di padang gurun, mereka hanya butuh 40 hari saja untuk mencapai Tanah Kanaan yang telah dijanjikan oleh Tuhan untuk mereka diami.

Bilangan 14:22-23
14:22 Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku,
14:23 pastilah tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista Aku ini tidak akan melihatnya.

Tindakan mencobai Tuhan kadang tidak mau kita sadari. Ketika kita disetir oleh kedagingan, banyak tindakan kita yang tidak berada di koridor-Nya. Jika anda sudah tahu bahwa ngebut itu bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas, ya jangan ngebut. Jika anda sudah tahu bahwa dengan makan secara tidak teratur bisa menyebabkan sakit bagi tubuh, ya atur pola makan. Jika anda sudah tahu bahwa begadang semalam suntuk bisa menyebabkan anda kehilangan konsentrasi dan menimbulkan penyakit parah suatu saat nanti, ya berhentilah begadangan. Jika anda sudah tahu bahwa rokok itu berbahaya bagi kesehatan, ya jangan mencoba untuk menghisapnya. Jika anda sudah tahu bahwa tayangan porno itu bisa menyebabkan anda terikat dalam dosa perzinahan dan percabulan, ya jangan pernah melihatnya!

Upah dosa adalah maut. Mencobai Tuhan sama saja dengan meremehkan-Nya dan karenanya kita telah berdosa. Menggunakan 'Darah Yesus' atau 'Nama Yesus' untuk mengeluarkan kita dari cengkraman maut akibat dosa kita sendiri tidak akan membuat-Nya turun tangan menyelamatkan kita. Kalau kita memang salah, kenapa juga Ia harus ikut bertanggung-jawab karenanya? (nj@coe).

No comments: