Thursday, January 15, 2009

Yang Paling Berharga

Oleh : Angelina Kusuma

Langkah-langkah saya menuju toko swalayan seberang jalan, terhenti sesaat oleh pembicaraan dua orang anak kecil tetangga sebelah yang sedang bermain-main di pekarangan rumah salah seorang diantaranya. Mereka adalah Rafa dan seorang temannya (berhubung saya tidak mengenal nama temannya Rafa ini, sebut saja dia Toni). Kedua anak balita ini sedang sibuk bercakap-cakap. Entah apa yang menjadi topik menarik mereka sebelumnya, yang jelas ketika saya lewat di depan mereka, mereka sedang berbicara seputar mainan mereka. Di tangan Rafa terpegang sebuah mobil-mobilan mungil terbuat dari besi berwarna abu-abu dan di tangan Toni terpegang seutas tali yang menghubungkannya dengan sebuah mobil-mobilan kayu berbentuk truk besar berwarna merah.

Toni: "Mobil-mobilanku bagus kan? Lebih besal dali punyamu..."
Rafa: "Beli dimana?"
Toni: "Enggak tau, ini dibeliin cama papaku. Aku minta yang walnanya melah tlus sama papa dibeliin yang melah benelan...gedeeeee lagi. Kalo punyamu dikasih cama sapa?"
Rafa: "Ini dikacih cama om-ku dali Bandung kemalin."
Toni: "Kok mau cih dikacih yang kecil gitu?"
Rafa: "Ya bialin, yang penting kan aku punya mobil-mobilan..." (kelihatan si Rafa mulai kecewa dengan mobil-mobilannya yang lebih kecil dibandingkan milik Toni)
Toni: "Tak tukelin boleh enggak?" (ops, batin saya berteriak..."Jangan Rafa, itu mobil-mobilanmu made in factory terkenal. Lebih mahal harganya berlipat-lipat dari pada mobil-mobilan punya Toni")
Rafa: "Benelan?"
Toni: "Iyaaaa..."
Rafa: "Ya udah...nie..."

Oh my God...saya terbengong ketika melihat Rafa dengan entengnya menukar mobil-mobilan bagusnya itu dengan mobil-mobilan kayu milik Toni. Yah, namanya juga anak-anak. Mana tahu sie mereka soal harga, kualitas bahan, dan juga merk? Yang ada di pikiran mereka paling-paling cuma anggapan bahwa barang yang ukurannya lebih besar berarti lebih bagus dan bagaimana caranya agar teman-teman mereka tidak memandang mereka dengan 'kasihan'.

Setelah puas memperhatikan tingkah laku kedua anak balita yang membuat saya tertawa geli itu, saya kembali melangkahkan kaki ke arah tujuan saya semula. Sepanjang perjalanan saya berdecak kagum dengan pelajaran berharga yang telah saya dapatkan sore ini dari ulah Rafa dan Toni yang saya saksikan tadi. Ketidak-mengertian Rafa akan kualitas barang, telah membuatnya menukar mobil-mobilan besi yang berharga mahal dengan mobil-mobilan kayu yang jauh lebih murah milik Toni. Bukankah inti dari kisah kedua anak balita yang saya dapatkan sore ini juga seringkali kita alami dalam kehidupan orang-orang dewasa?

Hayo, ngaku...siapa yang pernah menyangkali Yesus di hadapan orang lain karena gengsi, takut dipermalukan, takut dibenci, takut dianiaya, takut dijauhi orang lain, dan sebagainya? Contoh sepele saja, ketika kita hendak pergi ke gereja di hari Minggu dan ada seorang tetangga yang menyapa kita, "Mau kemana mas/mbak?", apakah kita dengan tegas berkata, "Saya mau ke gereja..." atau kita lebih memilih untuk menjawab dengan sedikit 'melenceng', "Oh...saya ada keperluan sebentar di luar..."

Hahaha, nggak ada yang mau ngaku ya? Yeah, itulah saya dulu!!! ^o^ V.

Dulu, saya tidak suka terlihat sangat Kristen di tengah-tengah tetangga atau keluarga saya lainnya yang belum mengenal Kristus. Sering kali ketika saya hendak keluar rumah untuk mengikuti Ibadah Raya Pagi di gereja hari Minggu, saya lebih memilih berkata, "Mau keluar rumah sebentar", bukannya dengan tegas berkata, "Saya akan ke gereja". Saya sama seperti Rafa yang karena tidak ingin 'terlihat terlalu aneh' di mata orang lain, maka memilih untuk menggadaikan Tuhan Yesus saya sementara waktu! (itu dulu loh, sekarang udah tobat...benelan...suel...belani disambel ngledek deh :D).

Beberapa Minggu yang lalu, saya jengah membaca sebuah tulisan di forum Kristen online yang saya ikuti. Serasa tanpa dosa sedikitpun, si penulis yang adalah seorang wanita bercerita bahwa ia sedang menjalin hubungan dengan seorang pria dari agama seberang dan ingin segera melangsungkan pernikahannya. Dalam tulisan itu, ia bertanya, "Negara manakah yang bisa menikahkan dua orang dengan agama berbeda?"

Gubrakkk, gregetan rasanya ketika saya membaca pertanyaan seperti ini (nggak hanya sekali lho saya mendapat pernyataan seperti ini, tetapi sudah berkali-kali dan banyak yang berasal dari orang-orang Kristen dengan latar belakang keluarga Kristen juga). Yang benar aja nek, Yesus ditukar dengan predikat istri bo'! Ckckck...

Saya terlahir bukan dari keluarga dengan Papi dan Mami yang murni Kristen taat. Proses perjumpaan saya dengan Yesus, perlu waktu yang sangat panjang dan bayar harga yang mahal. Sampai sekarang, saya masih tetap berteriak ke Surga setiap hari agar seluruh keluarga saya diselamatkan oleh Darah Yesus sama seperti Dia sudah menyelamatkan saya. Yesus menebus seluruh dunia dengan kematian-Nya sendiri di atas kayu salib. Saya yang tidak ditempa teladan Kristen taat sejak kecil aja bisa sadar pada akhirnya (kasih karunia) bahwa Yesus jauh lebih berharga dari diri saya sendiri. Lha ini...ada manusia yang dianugerahi seluruh keluarga Kristen (mungkin Kristen KTP kali ya), kok bisa-bisanya bermain-main dengan keselamatannya sendiri hanya demi pernikahan! Ah, sungguh kasihan dia...Dia hendak menjual Kerajaan Surga dengan segala kemewahannya demi seonggok daging yang sebentar juga pasti lenyap bersama rumah masa depan di 2 m x 1 m (tau kan maksutnya? itu loh, kuburan hehehe).

Seandainya Rafa besar nanti, ia pasti menyesal karena telah menukarkan mobil-mobilan dari besinya yang mahal itu dengan mobil-mobilan kayu milik Toni. Yesus jauh lebih berharga dari apapun juga. Ia adalah Dokter diatas segala dokter, Ia adalah Guru diatas segala guru, Ia adalah Sabahat diatas segala sahabat, Ia adalah Raja diatas segala raja, dan hanya Dia yang bisa memberikan jalan hidup dan kebenaran kekal. Jika kita tahu berapa 'harga' Yesus, kita pasti tidak akan pernah menukarnya dengan apapun juga karena Yesus memang tidak bisa ditandingi nilainya dengan apapun juga yang ada di seluruh dunia ini!

Kenali Yesusmu dengan baik! Jangan hanya sebatas kulit! Dia adalah inti dari kehidupan ini. Ketika kita menemukan Inti itu dengan benar, maka kita tidak perlu mencari kebahagiaan lain dengan cara bodoh. Kebahagiaan kita hanya ada pada Yesus, bukan sesuatu atau pribadi yang lain.

Yohanes 14:6, Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.

No comments: