Saturday, May 23, 2009

Kehilangan

Oleh : Angelina Kusuma

Apa yang kita miliki dan apa yang telah hilang dari hidup kita, mungkin tidak ada yang bisa menyaingi apa yang pernah dipunyai dan yang dialami oleh Ayub. Ayub mempunyai tujuh anak laki-laki, tiga anak perempuan, tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina, dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar. Ia orang terkaya dari semua orang di sebelah timur pada masanya dan juga saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan.

Tapi dalam beberapa hari saja, ia kehilangan semuanya itu. Anak-anaknya mati, hartanya ludes, ditambah lagi sekujur tubuhnya diliputi barah yang menjijikkan, diejek sahabat-sahabat karibnya, dan ditinggalkan istrinya. Adakah yang pernah mengalami kemuliaan sekaligus penderitaan seperti Ayub?

Apa yang pernah saya miliki di dunia hingga kini, tidak ada seujung kuku dari kekayaan dan kemuliaan yang pernah dimiliki oleh Ayub. Namun ketika saya kehilangan beberapa hal dari yang saya miliki tersebut, sering kali saya tidak bisa mengucapkan apa yang bisa Ayub katakan saat penderitaan menimpanya tanpa ampun seperti diatas.

Ayub 1:21, Katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"

Ayub menghadapi penderitaannya dengan tetap mengucap syukur kepada Tuhannya. Ia sama sekali tidak mengeluh atau menyalahkan Tuhan seperti yang kebanyakan kita lakukan saat Ia berkenan menimpakan kesulitan, kehilangan, atau kemalangan hidup kepada kita.

Disebuah kebaktian yang pernah saya ikuti saat berjemaat di gereja Cilincing Jakarta Utara, seorang pendeta memberikan ilustrasi tentang arti kepemilikan dengan sederhana namun mengena di hati saya. Pendeta itu membagikan beberapa lembar pecahan uang kepada jemaat yang ada didepannya termasuk saya sebelum mulai berkotbah. Ada yang mendapat uang lima ribu rupiah, sepuluh ribu rupiah, dua puluh ribu rupiah, dan lima puluh ribu rupiah.

Ditengah-tengah kotbahnya, tiba-tiba Pak pendeta berkata, "Bagi yang tadi sudah menerima lembaran-lembaran uang, kembalikan lagi uang itu kepada saya." Tak berapa lama kemudian, semua jemaat yang menerima lembaran-lembaran uang di awal kebaktian (saya menerima uang lima ribu rupiah), serentak maju ke depan mimbar kemudian menyerahkan uang-uang tersebut ke tangan pendeta kembali.

Setelah menerima kembali uangnya, Pak pendeta bertanya kepada semua orang yang mengembalikan uang itu dengan pertanyaan yang sama, "Kenapa anda begitu mudah mengembalikan uang yang sudah saya berikan tadi?" Dan serentak semua yang ditanya menjawab, "Karena uang itu bukan milik kami, tapi punya Bapak."

Pak pendeta tersenyum mendengar jawaban kami dan berkata panjang lebar, "Seperti itu juga hendaknya kita lakukan di dunia ini. Kita tidak mempunyai apa-apa. Harta kita; rumah, mobil, uang, pekerjaan, keluarga, dan lain-lainnya itu adalah milik Tuhan. Kita tidak berhak mengklaim sesuatupun di dunia ini sebagai mutlak milik kita karena itu semua hanya 'pinjaman'. Jika yang empu-Nya datang dan memintanya kembali, maka kita dengan sukarela harus mengembalikannya tanpa merasa kehilangan!"

Persis seperti yang sudah dialami oleh Ayub, demikianlah intisari dari ilutrasi yang dimainkan oleh pendeta saya di gereja Cilincing, Jakarta Utara itu. Ayub bisa mengucap syukur dengan mudah meski ia sudah kehilangan segala yang dimilikinya karena ia mengambil sikap yang benar atas semua hal yang dipunyainya. Ia tidak memposisikan dirinya sebagai pemilik sah dari hidupnya, namun mengakui keberadaan Tuhan sebagai pemilik utama dan ia hanyalah peminjam/pengelola sementara. Ketika Tuhan mengambil semua yang dimilikinya kembali, Ayub bisa dengan sukacita menyerahkannya kembali ke tangan Tuhan-Nya tanpa mengeluh.

Sampai sekarang, saya masih terus belajar meneladani tindakan Ayub yang satu ini. Memposisikan Tuhan sebagai pemilik utama dari semua yang saya miliki di dunia dan mengendalikan diri saya agar tidak posesif atas apapun yang saya punyai karena saya hanya peminjam dan pengelola dari kepunyaan Tuhan.

Berbahagialah mereka yang menyerah total pada kekuasaan Tuhan dan bergantung penuh kepada-Nya, karena mereka tidak akan pernah kecewa (nj@coe).

No comments: